Sinopsis Sore: Istri dari Masa Depan
Jonathan, seorang fotografer idealis asal Indonesia yang tinggal di Kroasia, hidup menyendiri dengan kebiasaan buruk—minum-minuman keras, merokok, dan sering begadang.
Suatu pagi, muncul seorang perempuan misterius bernama Sore, yang mengaku sebagai istrinya dari masa depan. Kehadirannya awalnya disambut dengan skeptis oleh Jonathan.
Sore datang dengan misi penting: menyelamatkan Jonathan dari masa depan buruk yang menantinya—disebut-sebut bahwa Jonathan bakal meninggal akibat serangan jantung.
Untuk mencegah hal itu, Sore perlahan membenahi gaya hidup Jonathan, mulai dari membuang alkohol dan rokok, mengatur pola tidur dan makanan, mengajak berolahraga (lari pagi). Sore pun menunjukkan pengorbanan fisik akibat perjalanan waktu: seperti mimisan hingga pingsan.
Ceritanya berkembang sebagai sebuah perjalanan emosional yang intens. Jonathan digiring untuk menghadapi realitas, tentang masa depan, pilihan hidup, dan cinta waktu.
Review Pribadi
Dengan tulus saya sampaikan, Sore adalah film Indo terbaik yg pernah saya tonton. Tidak hanya tahun ini, tapi salah satu yang paling membekas sepanjang masa. Jarang sekali merasakan campuran emosi seperti ini setelah menonton film—keluar dari bioskop dengan hati yang hangat, ada rasa kehilangan, tapi ikhlas. Duh, gimana ya.
Percaya dengan semua hype dan ulasan tentang film ini. Kalaupun nantinya ada yang bilang overrated, udah biarin aja. Tapi bagi saya pribadi, film ini sangat layak mendapat semua pujian yang beredar.
Secara visual, film ini tampil sederhana namun begitu estetik. Setting-nya minimalis, tapi setiap frame terasa seperti lukisan yang menyampaikan makna. Warna-warnanya lembut, pencahayaannya hangat, semuanya ditata dengan apik.
Alur ceritanya mengalir dengan baik. Plotnya rapi, karakter-karakternya dibangun dengan kuat, dan pacing film ini terasa pas—2jam berlalu tanpa terasa, meninggalkan kesan mendalam.
Penampilan Sheila dan Dion tanpa cela. Akting mereka terasa natural, chemistry-nya hidup . Aktor pendukungnya pun tampil solid (ex. Marko yg menghadirkan humor segar namun tetap pas porsinya).
Dari sisi audio, baik scoring, original soundtrack, maupun momen-momen sunyinya berpadu dengan sangat harmonis. Bahkan keheningan dalam beberapa adegan terasa jauh lebih berisik di hati. Film ini mengingatkan bahwa kekuatan cerita, kejujuran emosi, dan detail kecil yang diracik dengan hati bisa jauh lebih menyentuh daripada sekadar plot twist yang sensasional.
Saya jadi berpikir, kapan terakhir kali kita benar-benar “diam” setelah menonton film? Bukan karena bingung, tapi karena hati masih sibuk mencerna makna-makna yang ditinggalkan. Sore bukan film yang selesai ketika kredit bergulir—justru di situlah kontemplasinya dimulai.
Terima kasih, Yandy Laurens dan seluruh tim produksi, yang telah menghadirkan karya sehangat ini. Ini bukan film tentang masa depan, tapi pengingat untuk kita agar hadir di masa sekarang. Terakhir, hanya ingin titip pesan: Mas Yandy, semoga suatu saat Wan An bisa dikembangkan jadi cerita yang lebih panjang.
Rating: 10/10
Review by Irfanharr
Komentar
Posting Komentar