Sinopsis Pengepungan di Bukit Duri
Film ini berlatar tahun 2027, saat Indonesia dilanda kerusuhan sosial yang parah. Edwin, seorang guru pengganti, ditugaskan mengajar di SMA Bukit Duri, sekolah yang dikenal dengan siswa-siswa bermasalah. Namun, tujuan utamanya bukan sekadar mengajar; ia mencari keponakannya yang hilang, sebagai janji kepada kakaknya yang telah meninggal .
SMA Bukit Duri bukan sekolah biasa. Kekerasan dan intimidasi adalah hal sehari-hari di sana. Edwin harus menghadapi murid-murid yang brutal, termasuk Jefri, pemimpin geng yang sadis dan rasis . Situasi semakin memburuk ketika kerusuhan melanda kota, dan Edwin bersama beberapa guru lainnya terjebak di dalam sekolah, dikepung oleh murid-murid yang mengancam nyawa mereka .
Film ini tidak hanya menyajikan aksi menegangkan, tetapi juga mengangkat isu sosial seperti diskriminasi, kekerasan di sekolah, dan ketidakadilan sistemik. Melalui cerita yang intens, penonton diajak merenungkan kondisi masyarakat dan pentingnya persatuan .
Review Pribadi
Joko Anwar membawa penonton ke tahun 2027, masa depan yang tidak terlalu jauh, saat negara berada di titik rawan akibat diskriminasi dan kebencian yang semakin meluas. Di tengah kekacauan sosial ini, hadir Edwin (Morgan Oey), seorang guru pengganti yang ditugaskan di SMA Duri—sekolah bagi anak-anak bermasalah. Namun misi Edwin jauh lebih personal: mencari keponakannya yang hilang sebagai bentuk menepati janji kepada kakaknya yang telah tiada.
Film ini dengan berani membongkar “luka lama” bangsa—isu SARA, represi, dan kekerasan kolektif yang masih terasa relevan hingga kini. Meski plot ceritanya terbilang "lebih ringan" dibanding karya Joko sebelumnya, babak ketiganya justru jadi salah satu yang paling memuaskan secara teknis dan naratif.
Penampilan Morgan Oey dan Omara Esteghlal patut diacungi jempol. Keduanya secara apik membangun intensitas yang kuat, karakter yang secara fisik tampil strong nan gahar, namun menyimpan luka yang paling sakit. Sementara para ensemble cast lain ikut menghidupkan atmosfer mencekam SMA Duri, dan ya, suasana fun di Bar Wijaya. Secara teknis, film ini unggul dalam sinematografi, scoring, dan detail visual yang memperkuat pesan-pesannya.
Sebenarnya, ada kelemahan pada penyampaian latar belakang beberapa karakter yang terasa masih menggantung. Joko tampak terlalu yakin bahwa penontonnya sudah familiar dengan gaya sinemanya, sehingga “penonton baru” bisa saja kebingungan memahami keseluruhan konteks.
Film ini bukan film horor, tapi sensasinya lebih horor—karena ia memaparkan ketakutan yang nyata: kegagalan sistem, kekerasan dalam menyelesaikan, serta sejarah asli yang tak kunjung sembuh. Pengepungan di Bukit Duri bukan sekadar tontonan, tapi peringatan penting yang menggigit.
Perlu diperhatikan, film ini memuat tema-tema sensitif yang bisa sangat triggering. Film ini tidak memberikan jarak yang nyaman antara realitas dan fiksi, oleh karena itu, diperlukan pertimbangan matang sebelum menontonnya.
Rating: 8,5/10
Review by Irfanharr
Baca juga: Strange Darling: Kisah Perburuan dengan Alur Nonlinear
Follow akun Instagram Seenema id untuk berbagai review film bagus lainnya!
Komentar
Posting Komentar