Sinopsis Adolescence
Jamie Miller, seorang remaja 13 tahun, ditangkap atas tuduhan pembunuhan terhadap teman sekolahnya, Katie Leonard. Penangkapan Jamie menggemparkan keluarganya dan komunitas sekitarnya, memaksa mereka menghadapi kenyataan pahit dan mencari jawaban atas tindakan Jamie.
Melalui proses investigasi dan sesi dengan psikolog forensik, terungkap bahwa Jamie mengalami perundungan kronis melalui media sosial. Teman-teman sekelasnya, termasuk Katie, menargetkannya dengan sebutan seperti "incel" dan komentar merendahkan lainnya. Jamie mulai menginternalisasi pandangan negatif ini, yang memengaruhi perilakunya secara signifikan.
Sementara itu, keluarganya harus menghadapi tekanan dan stigma dari masyarakat, berjuang untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana menghadapi situasi tersebut.
Review Pribadi
Akting, plot, dan penyutradaraannya memang kelas! Tapi, yang paling menarik menurut saya adalah teknik sinematografi one-shot. Setiap episode dalam series ini direkam dalam satu pengambilan gambar kontinu tanpa pemotongan.
Pendekatan ini menciptakan pengalaman menonton yang imersif dan menegangkan, seolah-olah penonton menyaksikan peristiwa secara real-time.
As far as I know, menerapkan teknik one-shot memerlukan persiapan yang sangat matang. Sutradara Philip Barantini dan sinematografer Matthew Lewis melakukan perencanaan detail dan latihan intensif bersama para aktor untuk memastikan setiap adegan berjalan lancar. Terutama saat harus berganti dari scene satu dengan yang lainnya.
Bahkan, kabarnya mereka juga kudu latihan koreografi untuk menyelaraskan pergerakan kamera dengan aksi para aktor.
Untuk mendukung pengambilan gambar yang mulus, tim produksi menggunakan kamera DJI Ronin 4D. Kamera ini memungkinkan transisi yang seamless antara pengambilan gambar handheld dan drone, sehingga adegan dapat berpindah dari dalam ruangan ke luar ruangan tanpa pemotongan.
Salah satu contoh menonjol adalah adegan di episode kedua. Ini paling—bener-bener harus diapresiasi—ketika kamera berpindah dari dalam sekolah, terbang melintasi kota, dan mendarat di lokasi memorial. Ini tuh semuanya dilakukan dalam satu pengambilan gambar kontinu. LITERALLY NO CUTS!
Konon, setiap episode dialokasikan waktu tiga minggu untuk produksi. Minggu pertama digunakan untuk latihan adegan demi adegan hingga menjadi "muscle memory" bagi para aktor. Minggu kedua melibatkan kru teknis untuk menyusun transisi dan pergerakan kamera. Minggu terakhir dipakai untuk pengambilan gambar sebenarnya, dengan target sepuluh pengambilan per episode.
Hasilnya? Suspense-nya dapet dan sangat realistis. Adegan pembunuhannya sendiri bisa dikatakan hampir tidak ada. Cuma ada diceritakan dalam dialog dan ada sedikit footage yang gak gitu jelas diperlihatkan di video laptop. Tapi, sampai selesai, berat betul di rasa dan pikiran.
Menontonnya bener-bener kerasa seolah-olah jadi bagian dari peristiwa yang terjadi. Emosi dan dinamika karakter pun jadi terasa sampai ke gerakan-gerakan mimiknya, sorot matanya. Jadi lebih intim, tanpa distraksi dari pemotongan adegan.
Secara keseluruhan, penerapan teknik one-shot dalam serial Adolescence enggak hanya menunjukkan keahlian teknis yang luar biasa. Hal ini juga memperkaya narasi dengan memberikan kedalaman emosional yang kuat, menjadikannya salah satu tontonan yang patut diapresiasi di Netflix.
Rating 8/10
Review MakCar
Komentar
Posting Komentar