Sinopsis The Zen Diary
"The Zen Diary" adalah film Jepang tahun 2022
yang disutradarai oleh Yuji Nakae, diadaptasi dari esai karya Tsutomu Mizukami.
Film ini mengisahkan kehidupan Tsutomu (diperankan oleh Kenji Sawada), seorang
penulis esai yang memilih tinggal sendiri di pegunungan Nagano. Dalam kesehariannya,
Tsutomu menulis, memasak makanan sederhana menggunakan sayuran yang ia tanam,
dan jamur yang ia kumpulkan dari hutan sekitarnya.
Kehidupan Tsutomu yang tenang sesekali terganggu oleh
kunjungan Machiko (diperankan oleh Takako Matsu), editornya yang juga menjadi
teman dekat dan minat cintanya. Machiko sering datang untuk meminta naskah
terbaru sekaligus menikmati masakan Tsutomu. Meskipun Tsutomu tampak puas
dengan rutinitasnya, ia masih bergulat dengan kenangan mendiang istrinya, yang
telah meninggal 13 tahun lalu, dan belum menyebarkan abunya.
Film ini mengeksplorasi kehidupan sederhana yang selaras
dengan alam, menampilkan proses memasak yang membutuhkan kesabaran dan
ketelatenan, serta interaksi hangat antara Tsutomu dan orang-orang di
sekitarnya. Visual film ini memanjakan mata dengan pemandangan hutan dan
pegunungan, serta tampilan masakan yang menggugah selera.
Review Pribadi
“12 months of seasons, 12 months of gratitude.”
Demikian yang tertulis di poster.
Dimulai di bulan Maret ketika salju masih menutupi
pegunungan tempat Tsutomu tinggal, cerita pun bergerak santai bulan demi bulan,
musim demi musim.
Tsutomu diceritakan sedang dalam proses menuliskan
kesehariannya untuk diterbitkan di majalah. Sesekali akan ada Machiko,
editornya, yang datang untuk mengecek perkembangan tulisan sekaligus menikmati
masakan Tsutomu.
Keseharian Tsutomu di film ini setidaknya bicara tentang
tiga hal; menyiapkan bahan masakan, memasak makanan, dan menikmati makanan.
Kutipan di awal soal musim, erat kaitannya dengan hidup
(baca: makan) selaras dengan alam. Yang tumbuh di musim itu, itulah yang
dimasak/makan. Bila berlebih, awetkan untuk dinikmati di musim lainnya.
Soal memasak makanan, Tsutomu mendapat pengaruh besar dari
masa singkat hidupnya bersama pendeta Zen (hence, The Zen Diary). Yang ia
pelajari, “Berikan perhatian penuhmu pada bahan-bahannya dan perlakukan dengan
hati-hati. Benamkan dirimu dalam setiap proses. Jangan menganggapnya sebagai
sekadar proses menyiapkan.”
Kalimat tersebut tergambarkan dengan memuaskan di setiap
adegan memasak. Seolah-olah memasak merupakan kegiatan sakral bagi Tsutomu.
Soal menikmati makanan, ada beberapa adegan yang
memperlihatkan acara makan bersama. Food, indeed, tastes the best when eaten
together. Selain itu, production wise, adegan makan bersama ini menciptakan
dinamika bagi film.
Selain soal makanan, melihat keseharian Tsutomu hidup
sendiri, di daerah pegunungan, berdampingan dengan alam, seperti mengajak orang
kota yang hidupnya serba cepat untuk memikirkan kembali nosi slow living.
Menonton The Zen Diary, bikin ingat Perfect Days (2023) yang
belum lama saya tonton. Keduanya menawarkan hidup yang biasa, kegiatan
repetitif, namun bagi si pelaku, keseharian seperti itu justru meditatif.
Tertarik?
Rating 9/10
Review by @mandewi
Baca juga: Dune: Part Two – Epik Sci-Fi yang Masih Tetap Grande dan Memukau
Follow akun Instagram Seenema.id untuk berbagai review film bagus lainnya!
Komentar
Posting Komentar